Tafsir Alquran Surat An-Nisa' Ayat Ke 80
مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللّٰهَ ۚ وَمَنْ تَوَلّٰى فَمَآ اَرْسَلْنٰكَ عَلَيْهِمْ حَفِيْظًا ۗ
Latin :
may yuthi'ir-rosuula fa qod athoo'allaah, wa mang tawallaa fa maaa arsalnaaka 'alaihim hafiizhoo
Artinya :
Barang siapa menaati Rasul (Muhammad) maka sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu) maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.
» Tafsir Tahlili :
(80) Perintah dan larangan Rasul yang tidak menyangkut urusan keagamaan umpamanya yang berhubungan dengan keduniaan seperti urusan pertanian dan pertahanan, maka Rasul sendiri bersedia menerima pendapat dari sahabatnya yang lebih mengetahui masalahnya.
Menurut sejarah, dalam menjaga kesopanan terhadap Rasul para sahabat bertanya lebih dahulu apakah hal itu datangnya dari Allah atau pendapat Rasul sendiri. Jika ditegaskan oleh Rasul bahwa ini adalah dari Allah maka mereka menaati tanpa ragu-ragu dan jika dikatakan bahwa ini pendapat Muhammad maka para sahabat mengemukakan pula pendapat mereka. Peristiwa ini pernah terjadi ketika sahabat menghadapi perintah Rasul dalam memilih suatu tempat yang dekat ke mata air untuk kepentingan strategi pertahanan ketika perang Badar.
Ketika menerangkan sebab turunnya ayat ini Muqatil meriwayatkan bahwa ketika Nabi bersabda:
مَنْ اَحَبَّنِي فَقَدْ اَحَبَّ الله َوَمَنْ اَطَاعَنِي فَقَدْ اَطَاعَ الله َ. قَالَ الْمُنَافِقُوْنَ: أَلاَ تَسْمَعُوْنَ اِلَى مَا يَقُوْلُ هٰذَا الرَّجُلُ؟ لَقَدْ قَارَفَ الشِّرْكَ قَدْ نَهَى اَنْ نَعْبُدَ غَيْرَ اللهِ وَيُرِيْدُ اَنْ نَتَّخِذَهُ رَبًّا كَمَا اتَّخَذَتِ النَّصَارَى عِيْسَى، فَاَنْزَلَ الله ُهٰذِهِ اْلاٰيةَ (رواه مقاتل)
“Barang siapa mencintai aku sesungguhnya ia mencintai Allah. Dan barang siapa yang menaati aku sesungguhnya ia menaati Allah. Orang munafik berkata, “Tidakkah kamu mendengar kata laki-laki ini (Muhammad)? Sesungguhnya ia telah mendekati syirik. Sesungguhnya ia melarang kita menyembah selain Allah dan ia menghendaki kita menjadikannya tuhan sebagaimana orang-orang Nasrani menjadikan Isa tuhan. Maka Allah menurunkan ayat ini.” (Riwayat Muqātil).
Menaati Rasul tidak dapat dikatakan perbuatan syirik, karena Rasul penyampai perintah Allah. Dengan demikian menaati Rasul adalah menaati Allah, bukan mempersekutukannya dengan Allah.
Di dalam Tafsīr al-Marāgī dijelaskan bahwa syirik itu terdiri dari dua macam. Pertama, syirik ulūhiyah, yaitu mempercayai adanya sesuatu selain Allah yang mempunyai kekuatan gaib dan dapat memberi manfaat dan memberi mudarat. Kedua, syirik rubūbiyah, mempercayai bahwa ada sesuatu selain Allah yang mempunyai hak menetapkan hukum haram dan halal, sebagaimana orang Nasrani memandang hak tersebut ada pada pendeta-pendeta mereka.
Orang mukmin sejati berpendirian: Tunduk hanya kepada Allah sebagai Pencipta dan tiada makhluk yang mempunyai kekuatan gaib yang dapat memberi manfaat dan mudarat, dan tidak ada di antara makhluk yang berhak menetapkan hukum haram dan halal, karena semua makhluk tunduk kepada kehendak-Nya.
Allah menghendaki agar Rasul-Nya (Muhammad) tidak mengambil tindakan kekerasan atau paksaan terhadap orang yang tidak menaatinya, karena ia diutus hanya sekedar menyampaikan berita gembira dan peringatan keras. Keimanan manusia pada kerasulannya tidak digantungkan kepada paksaan, tetapi kepada kesadaran setelah menggunakan pikiran.
» Tafsir Wajiz :
Barang siapa menaati Rasul dan mengikuti ajaran-ajarannya, maka sesungguhnya dia telah menaati Allah karena Allah yang telah mengutusnya. Dan barangsiapa berpaling dari ketaatan itu, maka ketahuilah bahwa Kami tidak mengutusmu, wahai Nabi Muhammad, untuk menjadi pemelihara mereka sebagai orang yang bertanggung jawab dan menjamin mereka untuk tidak berbuat kesalahan.
» Tentang :
Surat An-Nisa' banyak memuat hukum keluarga, pembagian warisan, dan perlindungan untuk perempuan serta anak yatim.
Surat ini menegaskan prinsip keadilan, hak-hak individu, dan kewajiban sosial dalam struktur keluarga.
An-Nisa' membahas tata hubungan suami-istri, pembagian harta, dan mekanisme penyelesaian sengketa.
Pesan utamanya adalah menegakkan keadilan walau terhadap kerabat sendiri, dan melindungi pihak yang lemah.
Hukum yang ada harus dipahami dalam konteks maqasid syariah (tujuan syariat) yaitu kemaslahatan umat.